Nasakom lakuran dari nasionalisme, agama, dan komunisme adalah konsep politik yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno di Indonesia, serta merupakan ciri khas dari Demokrasi Terpimpin.[1][2][3][4] Pada tahun 1956, Soekarno secara terbuka mengkritik demokrasi parlementer, yang menyatakan bahwa itu "didasarkan pada konflik inheren" yang berlawanan dengan gagasan harmoni Indonesia sebagai keadaan alami antar hubungan manusia. Sebaliknya, ia mencari sistem yang didasarkan pada sistem desa tradisional dengan mengedepankan diskusi dan konsensus, dibawah bimbingan para tetua desa. Ia mengusulkan campuran antara tiga unsur yakni; nasionalisme, agama, dan komunisme menjadi pemerintahan kooperatif yang disingkat 'Nas-A-Kom'. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia ketika itu, yakni - tentara, kelompok-kelompok Islam, dan komunis. Dengan dukungan dari militer, pada bulan Februari 1956, ia menyatakan 'Demokrasi Terpimpin', dan mengusulkan kabinet yang akan mewakili semua partai politik penting termasuk PKI. Gagasan Nasakom sudah dicetuskan Soekarno sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1927, ia menulis rangkaian artikel berjudul "Nasionalisme, Islam, dan Marxisme" dalam Indonesia Moeda, sebuah publikasi terbitan "Klub Studi Umum", klub yang didirikan Soekarno dan rekan-rekannya di Bandung. Dalam artikel tersebut, Soekarno mendesakkan pentingnya sebuah persatuan nasional kaum nasionalis, Islamis, Marxis dalam perlawanan tanpa kompromi non-kooperatif terhadap Belanda.[5] Sejak awal perjuangan kemerdekaan Indonesia, sudah dikenal tiga aliran politik yang mewarnai berbagai organisasi pergerakan zaman itu. Sebagai contoh Indsche partij dan Sarekat Hindia yang “Nasionalis”, Sarekat Islam yang berideologi Islam, dan kemudian ISDV/PKI yang berideologi Marxisme. Menurut Soekarno, “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, inilah azas-azas yang dipegang teguh oleh pergerakan-pergerakan rakyat diseluruh Asia. Inilah faham-faham yang menjadi rohnya pergerakan-pergerakan di Asia itu. Rohnya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia-kita ini.” [6] Saat memberi amanat di Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia, di Istana Negara, pada 23 Oktober 1965, Soekarno menyebut dirinya sebagai perasan dari Nasakom. “Ik ben nasionalist, ik ben islamiet, socialist. Tiga in one. Three in one, Soekarno. Lain kali disini, dimuka Istana merdeka saya pernah berkata, aku adalah perasan dari pada Nasakom”. Pada tahun 1960, Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila kepada dunia dalam pidatonya yang terkenal di hadapan Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat. Judulnya To Build The World a New. Dia menawarkan prinsip toleransi Pancasila diterapkan bagi perdamaian dunia, yang ketika itu sedang terpecah antara blok Barat dan blok Timur. Soekarno menawarkan sebuah konsep tata dunia yang baru. Soekarno ketika itu merangkum konsepsi politiknya sebagai NASAKOM Nasionalisme, Agama, Komunisme. Pemahaman Komunisme disini adalah sebagai Sosialisme, karena dasar pemikirannya adalah prinsip keadilan sosial, yang juga menjadi dasar pemikiran politik Karl Marx.[7]Bilakita belajar sejarah, tentu kita pernah mendengar istilah NASAKOM. Akronim dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme ini adalah Forum ; TV ; Jual Beli ; Pencarian Tidak Ditemukan. Riwayat Pencarian Hapus Semua. Pencarian Terpopuler. di The Lounge; di Semua Forum; Komunitas. Thread. - Nasakom adalah konsep politik yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno. Kepanjangan dari Nasakom adalah Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Konsep ini berlaku di Indonesia dari 1959, masa Demokrasi Terpimpin, hingga Orde Baru, tahun Soekarno mengenai Nasakom ini merupakan upaya untuk menyatukan perbedaan ideologi politik. Baca juga Penerapan Demokrasi Terpimpin Latar Belakang Nasakom Gagasan Nasakom sebenarnya sudah dipikirikan Soekarno sejak 1927, jauh sebelum Indonesia merdeka. Soekarno menulis rangkaian artikel berjudul "Nasionalisme, Islam, dan Marxisme" dalam majalah Indonesia Moeda. Kemudian, tahun 1956, ia menyampaikan gagasan ini. Ia mengkritik sistem Demokrasi Parlementer yang dianggap tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Menurut Soekarno, Demokrasi Parlementer melindungi sistem kapitalisme. Sebab parlemen dikuasai oleh kaum borjuis. Sehingga menurutnya sistem ini tidak bisa memakmurkan rakyat. Selain itu, Soekarno juga menganggap bahwa Demokrasi Parlementer dapat membahayakan pemerintahan. Oleh sebab itu, bulan Februari 1956, Soekarno mengusulkan konsep baru yang disebut Nasakom dengan didasari oleh tiga pilar utama. Tiga pilar tersebut adalah Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Ketiga pilar ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia yaitu tentara, kelompok Islam, dan komunis. Melalui dukungan dari militer, bulan Februari 1956, ia menyatakan berlakunya Demokrasi Terpimpin dan mengusukan kabinet yang akan mewakili semua partai politik penting. Baca juga PKI Asal-usul, Pemilu, Pemberontakan, Tokoh, dan Pembubaran Pelaksanaan Nasakom Usai Nasakom terbentuk, Soekarno semakin gencar mengkampanyekan konsep Nasakom-nya. Soekarno menyatukan tiga kekuatan politik dengan tujuan untuk memperkuat posisinya. Tiga partai politik yang menjadi faksi utama dalam perpolitikan Indonesia saat itu adalah Partai Nasional Indonesia yang berhaluan nasionalis Masyumi dan Nahdlatul Ulama yang berhaluan agama Partai Komunis Indonesia PKI yang berhaluan komunis Soekarno bahkan mengampanyekan konsep Nasakom hingga ke forum internasional. Sebab saat itu, negara-negara pemenang Perang Dunia II saling bertentangan ideologi. Dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB tanggal 30 September 1960 di New York, Soekarno menyampaikan pidato berjudul "To Build the World a New". Melalui pidato tersebut, Soekarno menyampaikan konsep Nasakom yang ia buat. Selanjutnya, dalam Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, tanggal 23 Oktober 1965, Soekarno kembali menegaskan pentingnya Nasakom. Baca juga PBB Sejarah, Tujuan, dan Tugasnya Akhir Nasakom Soekarno sangat gencar memperluas gagasan Nasakom miliknya. Namun, sekeras apapun ia mempertahan konsep Nakasom nya, gagasan ini akhirnya kandas. Kandasnya Nasakom diakibatkan oleh luruhnya pamor PKI akibat Gerakan 30 September. Selain itu, berakhirnya Nasakom juga diakibatkan oleh adanya peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, di mana pemimpin baru Indonesia, Soeharto, sangat anti-komunis. Dengan demikian, gagasan Nasakom pun berakhir. Referensi Ricklefs, 1991. A History of Modern Indonesia since c. 1300. MacMillan. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
a Demokrasi formal. Demokrasi ini secara hukum menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi. b. Demokrasi material. Demokrasi ini memandang manusia mempunyai kesamaan dalam bidang social-ekonomi, sehingga persamaan bidang politik tidak menjadi prioritas.
- Setelah Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem pemerintahan Indonesia resmi berganti dari Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin 1959-1965. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh perwakilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945. Selain itu, menurut Soekarno, Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang mengusung nilai kekeluargaan, tanpa adanya apa peran Soekarno pada Demokrasi Terpimpin? Baca juga Penyimpangan Politik Luar Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin Pencetus Demokrasi Terpimpin Sejak sebelum Demokrasi Terpimpin diterapkan, Soekarno telah berusaha menginterpretasikan demokrasi berdasarkan pemahamannya yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Soekarno ingin demokrasi di Indonesia lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat serta gotong royong di bawah bimbingan satu pemimpin atau terpusat, yang kemudian dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin 1959-1965. Konsep Presiden Soekarno tentang demokrasi memuat tiga hal pokok, yaitu Memperkenalkan gaya kepemimpinan dan sistem pemerintahan baru yaitu demokrasi terpimpin Mengusulkan pembentukan kabinet gotong royong Membentuk Dewan Nasional Sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin tercetus akibat berbagai permasalahan pada Demokrasi Liberal 1950-1959. Pasalnya, pada masa Demokrasi Liberal, sering terjadi pergantian kabinet yang membuat pemerintahan tidak stabil. serta timbul persaingan tidak sehat di antara partai politik. Baca juga Kegagalan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin Menyederhanakan parpol Demokrasi Terpimpin dimulai sejak Presiden Soekarno mengeluarkan dekret pada 5 Juli 1959. Setelah itu, terjadi pembubaran DPR dan MPR hasil Pemilu 1955, yang digantikan dengan MPR Sementara dan DPR Gotong Royong yang anggotanya diangkat oleh Presiden Soekarno. Selain itu, Presiden Soekarno juga menyederhanakan jumlah partai politik parpol melalui Perpres No. 7/1959, yang membatalkan Maklumat Pemerintah tentang Pembentukan Parpol pada 3 November 1945. Partai politik yang banyak jumlahnya di Indonesia pun dikurangi dengan hanya memilih parpol yang dianggap memenuhi akhirnya, hanya ada 10 parpol yang terpilih, yaitu PNI, PKI, NU, Partai Katolik, Partindo, Parkindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, dan Partai Islam Perti. Baca juga Nasakom, Konsep Kesatuan Politik ala Soekarno Mencetuskan NASAKOM Untuk mewadai 10 parpol tersebut, Presiden Soekarno membentuk Front Nasional berdasarkan NASAKOM Nasionalisme, Agama, dan Komunis. NASAKOM adalah konsep politik yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno, sebagai usaha untuk menyatukan adanya perbedaan ideologi politik. Sebenarnya, Soekarno sudah memikirkan konsep NASAKOM sejak 1927, tetapi gagasan ini baru disampaikan pada 1956, dan diberlakukan pada masa Demokrasi Terpimpin. Adapun tiga parpol yang menjadi faksi utama adalah PNI nasionalis, Masyumi dan NU agama, serta PKI komunis. Baca juga Sejarah Lahirnya Partai Komunis Indonesia PKI Menjadi pusat kekuasaan Demokrasi Terpimpin bersifat terpusat, sehingga membuat Presiden Soekarno menjadi pusat pemimpin yang kuat dan berkuasa atas segala lembaga. Dalam sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin, yang menjadi penentu adalah Presiden Soekarno sebagai pemimpin eksekutif. Oleh sebab itu, anggota MPR dan DPR diangkat oleh Presiden Soekarno sendiri. Keputusan ini sesuai dengan Pasal IV Aturan Pemilihan UUD 1945. Soekarno juga menjadi pemimpin kekuasaan satu-satunya yang membawahi langsung legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sayangnya, kebijakan ini tidak menciptakan demokrasi seperti yang diharapkan Demokrasi Terpimpin. Oleh beberapa pihak, Soekarno dianggap sebagai pemimpin diktator yang tidak terkontrol, sehingga cenderung disalahgunakan kekuasaannya dan timbul berbagai pelanggaran. Referensi Indrajat, Himawan. 2013. Demokrasi Terpimpin Sebuah Konsepsi Pemikiran Soekarno Tentang Demokrasi. Jurnal Sosiologi. Vol. 8. No. 1, hal. 53-62. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Militer Dalam Blantika Politik Indonesia Tahun 1965-1968” Paper Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sejarah Kontemporer Indonesia oleh: HENDRI MULYAWAN NIM 13030114120023 DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017 Salah satu upaya yang ditempuh untuk membangunKemerosotanekonomi pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin diperparah dengan proyek mercusuar yang dilakukan oleh Presiden Soekarno. Yang merupakan hasil dari proyek mercusuar adalah 5. Tokoh yang mengagas sistem ekonomi Gerakan Benteng adalah 6. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Sentral merupakan kebijakan pada masa kabinet 7.
- Konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme Nasakom dicetuskan oleh Sukarno. Rumusan ini mewakili tiga pilar utama yang menjadi kekuatan politik bangsa Indonesia, sejak era pergerakan nasional hingga waktu lalu, Hanum Rais sempat menyinggung mengenai Nasakom melalui akun media sosialnya. Putri Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional PAN ini mengomentari pemberitaan tentang Partai Solidaritas Indonesia PSI dengan istilah tersebut. "Partai NasaKom. Bukan Nasional Komunis lho. Tapi Partai Nasib Satu Koma," cuit Hanum di Twitter, Kamis 24/4/2019.Nasakom sendiri menjadi ciri khas era Demokrasi Terpimpin yang berlangsung pada 1959 hingga 1965. Namun, gagasan ini ternyata sudah dipikirkan oleh Sukarno jauh sebelum itu, yakni pada 1926. Dalam artikelnya di surat kabar Soeoleh Indonesia Moeda, Sukarno menulis“Dengan jalan yang kurang sempurna, kita mencoba membuktikan bahwa paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri jajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain,” tulis Sukarno.“Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, inilah asas-asas yang dipegang teguh oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia. Inilah faham-faham yang menjadi rohnya pergerakan-pergerakan di Asia. Rohnya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia kita ini,” muda menilai ada tiga aliran politik yang menjadi pilar pergerakan nasional dalam kehidupan bangsa pada zaman kolonial Hindia Belanda kala itu. Pertama adalah kelompok nasionalis yang diwakili Indische Partij IP, kedua golongan muslimin yang mewujud dalam Sarekat Islam SI, dan ketiga Partai Komunis Indonesia PKI dengan ideologi marxisme. Dwitunggal Pecah Kongsi Tiga dekade berselang, tepatnya 1956 atau 11 tahun setelah Indonesia merdeka, Bung Karno mengumandangkan kembali gagasan yang pernah dilontarkannya pada 1926 itu. Ia mengkritik sistem Demokrasi Parlementer yang dianggapnya tidak cocok diterapkan di dari buku Demokrasi untuk Indonesia Pemikiran Politik Bung Hatta 2010 karya Zulfikri Suleman, Demokrasi Parlementer melindungi sistem kapitalisme –karena menurut Sukarno, parlemen dikuasai oleh kaum borjuis– dan oleh karenanya tidak akan bisa memakmurkan rakyat. Tak hanya itu, Bung Karno juga menganggap sistem Demokrasi Parlementer juga bisa membahayakan pemerintahan. “Di dalam Demokrasi Parlementer, tiap-tiap orang bisa menjadi raja, tiap-tiap orang bisa memilih, tiap-tiap orang bisa dipilih, tiap-tiap orang bisa memupuk kekuasaan untuk menjatuhkan menteri-menteri dari singgasananya,” pada Februari 1956, Sukarno mengusulkan konsep baru yang disebutnya Demokrasi Terpimpin dengan berpondasi kepada tiga pilar utama Anwar dalam In Memoriam Mengenang yang Wafat 2002 mengungkapkan, konsep Demokrasi Terpimpin dan Nasakom ditentang oleh Mohammad Hatta, sang wakil presiden. Menurut Rosihan, Nasakom berarti bekerja sama dengan PKI dan Hatta kurang cocok dengan itu. Bagi Hatta, Demokrasi Terpimpin membuat kekuasaan negara kian terpusat kepada sosok presiden, dan itulah yang memang terjadi. Syafii Maarif dalam Demokrasi dan Nasionalisme Pengalaman Indonesia 1996 menyebut, Hatta mundur dari kursi wakil presiden karena Sukarno semakin otoriter. Dwitunggal pun akhirnya tanggal. Dua sosok proklamator berpisah jalan. Hatta menepi, Sukarno semakin kokoh di puncak Politik Sukarno Sepeninggal Hatta, Sukarno semakin leluasa mengkampanyekan konsep Nasakom-nya. Dengan sistem Demokrasi Terpimpin, Bung Karno menyatukan tiga kekuatan politik dengan tujuan untuk semakin memperkuat posisinya. Nasakom memang menjadi tiga faksi utama dalam perpolitikan Indonesia kala itu. Ada partai-partai politik berhaluan nasionalis terutama Partai Nasional Indonesia PNI besutan Sukarno, termasuk kalangan militer, ada kelompok Islam macam Masyumi dan Nahdlatul Ulama NU, serta golongan kiri yang dimotori berhenti di situ. Sukarno bahkan menyatakan bahwa Nasakom merupakan perwujudan Pancasila dan UUD 1945 dalam politik. Dalam pidatonya pada peringatan hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1961, sang penguasa berucap lantang“Siapa yang setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada Nasakom; siapa yang tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Pancasila,” seru Sukarno dikutip dari buku Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia 2004 yang ditulis oleh Jan S. melanjutkan, “Sekarang saya tambah Siapa setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945, harus setuju kepada Nasakom; Siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945.” Infografik Sejarah NASAKOMKampanye Nasakom bahkan dibawa Bung Karno hingga ke forum internasional. Dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada 30 September 1960 di New York, Amerika Serikat, Sukarno menyampaikan pidato bertajuk “To Build The World a New”.“Sukarno menawarkan sebuah konsep tata dunia yang baru. Sukarno ketika itu merangkum konsepsi politiknya sebagai Nasakom Nasionalisme, Agama, Komunisme,” sebut Bernhard Dahm, periset senior yang telah banyak meneliti tentang sejarah Asia Tenggara dan Indonesia, dalam wawancara dengan Komunisme di sini adalah sebagai Sosialisme, karena dasar pemikirannya adalah prinsip keadilan sosial, yang juga menjadi dasar pemikiran politik Karl Marx,” imbuh profesor berdarah Jerman kelahiran Sumatera ini.“Jadi, Sukarno yakin bahwa perbedaan dan perpecahan dunia dalam persaingan ideologis saat itu bisa dijawab dengan menghormati nasionalisme, agama dan prinsip sosialisme,” tambah Dahm. Selanjutnya, dalam Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia yang digelar di Istana Negara, Jakarta, tanggal 23 Oktober 1965, Sukarno lagi-lagi menegaskan tentang pentingnya Nasakom. “Ik ben nasionalist, ik ben islamiet, socialist. Tiga in one. Three in one [... ] Aku adalah perasan daripada Nasakom,” kata Bung Karno. Ini disampaikan Sukarno bahkan ketika pengaruhnya mulai luruh dan pamor PKI hancur akibat Gerakan 30 September G30S 1965. Tapi, sekuat apapun Bung Karno mempertahankan Nasakom-nya, rumusan ini akhirnya kandas juga seiring peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru pimpinan Soeharto yang sangat anti-komunis. - Humaniora Penulis Iswara N RadityaEditor Nuran Wibisono